Waktu masih SMA, terpukau banget tuh dengan berita-berita di koran atau di media lainnya. Berita tentang seorang mahasiswa berprestasi ini itu, tingkat dunia atau apalah, yang memiliki IPK sekian.
Wahh, kita sebagai anak SMA yang nggak tau apa-apa tiba-tiba tersugesti gitu pengen banget jadi kea si mahasiswa berprestasi itu, salah satunya dengan mendapatkan IPK yang bagus, yang tinggi, sebagai patokan kesuksesan dan kepandaian mahasiswa.
Apalagi tuh, kalau lagi liat lowongan-lowongan kerja di internet maupun koran, liat persyaratan IPK minimal harus sekian, semakin menambah pressure pada kita untuk mendapatkan IPK yang sebaik mungkin. Segalanya ditentukan oleh IPK.
Padahal tidak sepenuhnya benar seperti itu.
IPK ( Indeks Prestasi Kumulatif ) atau bahasa Inggrisnya yang lebih keren, yang biasa disebut-sebut anak-anak yang mau study exchange ke luar negri tuh, GPA ( Grade Point Average ), adalah cerminan prestasi akademis kita selama masa kuliah.
Barusan aja menyambangi mbak cengkre dirumahnya, dan dia heboh karena IP nya tidak sebaik temen-temennya. 'Hanya' 3,56 ( kalau nggak salah sih ). Padahal temen-temennya bisa mendapatkan 3,78 atau berapa gitu. Dan dia agak kecewa. ya pastilah ya, nilainya lebih kecil daripada temennya.
Tapiii, bagiku, gilak aja dapet nilai segitu sedih.
Soalnya di jurusanku, mendapatkan nilai cumlaude 3,5 adalah suatu pencapaian yang sungguh sangat luar biasa. Kalaupun aku dapet nilai segitu, udah deh pasti ngerayain heboh-hebohan, nggak pake kecewa-kecewaan.. -_-
Ya sih, penilaian orang beda-beda. Penilaian masing-masing Universitas juga nggak sama. Ada yang nilai segitu udah bagus banget, ada yang nilai segitu tuh masih jelek. Dan mungkin ada pula universitas yang IP 4,00 itu super jelek. Mungkin yang bagus tu IP 9,99 kali ya.. Kalau ada.. -_-
The point is, apakah IP dan IPK benar-benar segalanya bagi seorang mahasiswa ?
Orang terkadang memaksa dirinya untuk bekerja dan belajar lebih keras hanya demi mendapatkan IP yang cumlaude, IPK yang mendekati 4,00, IP yang sempurna.
Kadang pula orang merasa stress karena dihantui bayang-bayang IPK yang turun dibandingkan dengan nilai di semester sebelumnya. Ada yang berupaya keras agar bisa lulus lebih cepat, atau paling nggak, lulus tepat waktu. Nggak sedikit pula yang mati-matian mendapatkan IPK cemerlang, dengan berbagai cara.
Terkadang pula bisa kita lihat cerminan dalam IP tidak sinkron dengan penampakan mahasiswa sehari-hari. Bisa aja tuh ya, mahasiswa nya biasa aja pas di kelas, tapi begitu nilai keluar, temen-temennya pada ngegunjing 'kok si dia nilainya bagus sih, ga percaya gue kalo ga ada apa-apanya' -_-
Nah lhoh, IP menjadi bahan gunjingan kan jadinya. Masalahnya adalah pendidikan jaman sekarang sudah menjadi bahan komersil pula. Yah mirip-mirip lah sama artikel sebelumnya.
Ada juga kejadian ketika seorang mahasiswa dengan IPK tinggi diterima di sebuah perusahaan, tapi kemampuannya tidak lebih hebat dibandingkan dengan mahasiswa yang ber IPK biasa saja.
The skill speaks for itself then.
Karena yang terpenting bagi dunia jaman sekarang ini sebenernya lebih condong kepada keahlian langsung. Kecakapan seseorang di dunia kerja lebih diutamakan, meski dengan prasyarat formalitas "IPK minimal harus sekian" tadi.
Bukan curhat karenaIP ku sendiri biasa aja sih ya. Tapi yang ingin aku tegaskan disini lebih ke himbauan, agar jangan terlena dengan IP ataupun IPK.
Yes of course, they's very important, to be formally accepted into a company, to get enough money, so you won't die starving.
Tapi jangan lukai cita-cita mulia pendidikan. Kalau bersekolah, harusnya yang dicari adalah ilmunya, bukan nilainya saja.
Got it ? I really hoped for the best. Because GPA won't give you any knowledge, but studying does.
Apapun itu, aku tetep berdoa semoga IP dan IPK ku bagus.. Hehehe, tapi kemampuan juga bagus lhoh, nggak cuma di layar Sistem Informasi Akademis aja.. :D
Written by :
Kumara Ranudihardjo
At his home
Listening to B.A.P
10012013-12:41
Wahh, kita sebagai anak SMA yang nggak tau apa-apa tiba-tiba tersugesti gitu pengen banget jadi kea si mahasiswa berprestasi itu, salah satunya dengan mendapatkan IPK yang bagus, yang tinggi, sebagai patokan kesuksesan dan kepandaian mahasiswa.
Apalagi tuh, kalau lagi liat lowongan-lowongan kerja di internet maupun koran, liat persyaratan IPK minimal harus sekian, semakin menambah pressure pada kita untuk mendapatkan IPK yang sebaik mungkin. Segalanya ditentukan oleh IPK.
Padahal tidak sepenuhnya benar seperti itu.
IPK ( Indeks Prestasi Kumulatif ) atau bahasa Inggrisnya yang lebih keren, yang biasa disebut-sebut anak-anak yang mau study exchange ke luar negri tuh, GPA ( Grade Point Average ), adalah cerminan prestasi akademis kita selama masa kuliah.
Barusan aja menyambangi mbak cengkre dirumahnya, dan dia heboh karena IP nya tidak sebaik temen-temennya. 'Hanya' 3,56 ( kalau nggak salah sih ). Padahal temen-temennya bisa mendapatkan 3,78 atau berapa gitu. Dan dia agak kecewa. ya pastilah ya, nilainya lebih kecil daripada temennya.
Tapiii, bagiku, gilak aja dapet nilai segitu sedih.
Soalnya di jurusanku, mendapatkan nilai cumlaude 3,5 adalah suatu pencapaian yang sungguh sangat luar biasa. Kalaupun aku dapet nilai segitu, udah deh pasti ngerayain heboh-hebohan, nggak pake kecewa-kecewaan.. -_-
Ya sih, penilaian orang beda-beda. Penilaian masing-masing Universitas juga nggak sama. Ada yang nilai segitu udah bagus banget, ada yang nilai segitu tuh masih jelek. Dan mungkin ada pula universitas yang IP 4,00 itu super jelek. Mungkin yang bagus tu IP 9,99 kali ya.. Kalau ada.. -_-
The point is, apakah IP dan IPK benar-benar segalanya bagi seorang mahasiswa ?
Orang terkadang memaksa dirinya untuk bekerja dan belajar lebih keras hanya demi mendapatkan IP yang cumlaude, IPK yang mendekati 4,00, IP yang sempurna.
Kadang pula orang merasa stress karena dihantui bayang-bayang IPK yang turun dibandingkan dengan nilai di semester sebelumnya. Ada yang berupaya keras agar bisa lulus lebih cepat, atau paling nggak, lulus tepat waktu. Nggak sedikit pula yang mati-matian mendapatkan IPK cemerlang, dengan berbagai cara.
Terkadang pula bisa kita lihat cerminan dalam IP tidak sinkron dengan penampakan mahasiswa sehari-hari. Bisa aja tuh ya, mahasiswa nya biasa aja pas di kelas, tapi begitu nilai keluar, temen-temennya pada ngegunjing 'kok si dia nilainya bagus sih, ga percaya gue kalo ga ada apa-apanya' -_-
Nah lhoh, IP menjadi bahan gunjingan kan jadinya. Masalahnya adalah pendidikan jaman sekarang sudah menjadi bahan komersil pula. Yah mirip-mirip lah sama artikel sebelumnya.
Ada juga kejadian ketika seorang mahasiswa dengan IPK tinggi diterima di sebuah perusahaan, tapi kemampuannya tidak lebih hebat dibandingkan dengan mahasiswa yang ber IPK biasa saja.
The skill speaks for itself then.
Karena yang terpenting bagi dunia jaman sekarang ini sebenernya lebih condong kepada keahlian langsung. Kecakapan seseorang di dunia kerja lebih diutamakan, meski dengan prasyarat formalitas "IPK minimal harus sekian" tadi.
Bukan curhat karena
Yes of course, they's very important, to be formally accepted into a company, to get enough money, so you won't die starving.
Tapi jangan lukai cita-cita mulia pendidikan. Kalau bersekolah, harusnya yang dicari adalah ilmunya, bukan nilainya saja.
Got it ? I really hoped for the best. Because GPA won't give you any knowledge, but studying does.
Apapun itu, aku tetep berdoa semoga IP dan IPK ku bagus.. Hehehe, tapi kemampuan juga bagus lhoh, nggak cuma di layar Sistem Informasi Akademis aja.. :D
Written by :
Kumara Ranudihardjo
At his home
Listening to B.A.P
10012013-12:41
Udahh... . IPK ga penting. . yang penting tuh perjuangan melawan hegemoni absolut negara. .
ReplyDeleteHidup Mahasiswa!
gilak, kalo dibaca aktivis tuh kea gini ya komennya.. -_- hahahaha
DeleteHidup Mahasiswa juga! :D
Hancurkan hegemoni absolute, nalar budi tajamkaaan!! #MarsKomafil hahaha..
ReplyDeleteI dont care bout GPA!
hihihi.. *ikutan nyanyi*
DeleteI don't really care, too.. Hihihihi :D
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletekok di remove vi ? komen apaan sih ?
ReplyDelete