Kali ini kita akan mereview sebuah artikel dari yahoo. Bisa lihat TKP di sini. Nah, ceritanya artikel ini mencoba untuk menyajikan penyebab banjirnya Jakarta. Ada yang nggak tau kalo Jakarta kebanjiran heboh ? Makanya update.. -_- . Nah dalam artikel tersebut, terdapat beberapa poin yang cukup penting. That's why, we're gonna check them out in this post.
Oke, kita dapet hal aneh : pembangunan tak terkendali.
Nah ini jauh lebih lucu lagi : dapat dilihat secara kasat mata.
Ok, kita bahas satu-satu. Meskipun overall bisa ditanggapi dengan singkat : kalau udah tahu begitu, kenapa nggak diselesaikan juga ?
Ya donk, nih liat, pertama tanah jenuh.
Ya biar nggak banjir, dan jika kita tahu kalau salah satu penyebabnya adalah tanah yang jenuh, ya gampang aja donk. Usahakan agar tanah nggak jenuh. Gampang kan. Bagaimana caranya ? Ya tanyakan saja dengan ahlinya. Bukankah ilmuwan di Indonesia juga banyak dan mumpuni ? Dan kurasa nih ya, fakta bahwa tanah jenuh bisa mendorong terjadinya banjir itu sudah lama diketahui. Lalu kenapa sampai sekarang nggak ditanggulangi juga ?
Poin kedua.
Kondisi hulu yang rusak.
Ini lebih gampang lagi. Ya perbaiki lah. Yang namanya rusak ya jelas solusinya diperbaiki. Perbaikan pun juga harus long term sifatnya, jangan diperbaiki seadanya lantas beberapa tahun ke depan rusak lagi. Perawatan daerah hulu juga tinggal dimaksimalkan. Apanya yang susah sih ? Staff ahli juga banyak, kenapa nggak diselesaikan ?
Poin ketiga.
Pembangunan tak terkendali.
Nah, kalau udah tau pembangunan berlebihan bisa bikin resapan air berkurang efisiensinya, lantas kenapa diijinkan proyek pembangunan tersebut ? Ini nih bukti kalau orang-orang disananya lebih mementingkan kebahagiaan jangka pendek. Seharusnya kita pikirin juga donk akibat jangka panjang nya. Agar nggak lebih parah ? Ya gampang donk, perketat ijin pembangunan gedung gede-gede di daerah resapan air. Intinya, jangan suka tertarik dengan kesenangan jangka pendek.
Poin keempat.
Kasat mata.
Ini lucu banget deh ya. Tanda-tandanya udah jelas kasat mata, tapi tindak lanjutnya seakan nggak ada : buktinya masih banjir. Kalau ada ahli ( tuh, yang ngomong kalo kasat mata itu kan harusnya orang ahli ) yang sudah mengatakan demikian, harusnya kan ada tindak lanjut "Oh, ada kenaikan debit air di Ciliwung, yang tiap tahun makin naik, warnanya coklat, yaudah deh segera dilancarkan program-program untuk menangani agar Ciliwung nggak terlalu naik debit airnya."
Nah, setelah bertahun-tahun, udah tau Ciliwung nya bermasalah, kasat mata lagi, lalu tindak lanjutnya ? -_-
Poin kelima.
Tak memenuhi syarat minimal.
Ruang terbuka hijau kurang ? Yaudah perbanyak dan perluas lah. Gampang donk. Seperti yang dibilang tadi, jangan biarkan pembangunan gedung berbeton jadi liar. Bikin aja ruang terbuka hijau, prioritaskan donk. Demi masyarakat lho, demi kamu dan aku, demi Indonesia.
Keliatannya gampang aja kan ? Emang gampang.
Kalau ada yang bilang "Nggak semudah membalikkan telapak tangan bro untuk menyelesaikan banjir Jakarta, nggak segampang yang lo bilang. Masalah banjir Jakarta itu kompleks.", maka dengan gampang pula kita bisa bales, "Yaudah berdayakan donk pemuda pemudi masyarakat ahli di Indonesia. Mereka mumpuni donk dalam menyelesaikan masalah ini. Ada 200 juta lebih penduduk Indonesia, yang bisa mengenyam pendidikan tinggi juga banyak. Kemampuan mereka harusnya sih sudah cukup lho buat mengangkat derajat Indonesia."
Cuman, nggak semua orang pinter di Indonesia mau dan peduli.
Moral dan akhlak ? Yah, bisa dibilang itu salah satu kelemahan kebanyakan orang-orang intelek di Indonesia.
It's that simple. Actually.
Tapi ada yang membuatnya rumit, dan ujung-ujungnya memperpanjang kemelut banjir, maupun permasalahan-permasalahan yang lain. Yak, entah apa nama si pembuat rumit itu, kita perlu menjauhinya.
Dan sekarang, mari kita peduli dengan permasalahan di Indonesia. Jangan hanya berpangku tangan pada pemerintah. Kalian sendiri kan yang bilang kalau pemerintah kurang ini kurang itu ? Maka dari itu, kita saja yang turut merawat negeri ini.
Written by :
Kumara Ranudihardjo
At his home
Sleepy
18012013-20:50
Kepala Sub Bidang Informasi Meteorologi BMKG Hary Tirto pernah menjelaskan kalau level tanah di Jakarta sebenarnya sudah jenuh oleh hujan lebat 2-3 jam yang rajin datang sejak awal bulan. "Kalau tanah sudah jenuh, hujan berapa jam pun akan menimbulkan genangan," katanya Selasa lalu.Oke, kita dapat satu problem : tanah jenuh.
Fungsi sungai mandul karena penyempitan dan pendangkalan itu diperparah dengan kondisi di hulu yang juga sudah rusak. Air hujan yang jatuh di sana tak banyak lagi yang bisa terserap ke dalam tanah. Mereka banyak tergelontor ke dalam sungai-sungai yang bermuara ke ibu kota.Oke, problem kedua : kondisi hulu yang rusak.
Profil aktual dari kawasan Puncak, Bogor, ini diungkap Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor yang menyebutkan bahwa laju pembangunan yang tak terkendali menyebabkan hilangnya fungsi resapan air di kawasan Puncak. »Kehilangan fungsi resapan hingga 50 persen dibandingkan kondisi 15 tahun lalu,” kata Kepala Pusat Studi Bencana IPB, Profesor Euis Sunarti
Oke, kita dapet hal aneh : pembangunan tak terkendali.
Koordinator Komunitas Peduli Ciliwung, Een Irawan, juga menyatakan kalau kondisi Daerah Aliran Sungai Ciliwung semakin parah dari tahun ke tahun. Gejalanya, menurut dia, dapat dilihat secara kasat mata yakni ketika debit meninggi dan sungai meluap: airnya coklat gelap.
Nah ini jauh lebih lucu lagi : dapat dilihat secara kasat mata.
Atau, ruang terbuka hijau di Jakarta yang selama ini mendapat kritik karena tak sampai memenuhi syarat minimal, yakni 30 persen dari luas wilayah. Taman-taman dan daerah resapan air di Jakarta sejauh ini hanya menghimpun tak sampai 10 persen luas ibu kotaPoinnya, : tak memenuhi syarat minimal.
Ok, kita bahas satu-satu. Meskipun overall bisa ditanggapi dengan singkat : kalau udah tahu begitu, kenapa nggak diselesaikan juga ?
Ya donk, nih liat, pertama tanah jenuh.
Ya biar nggak banjir, dan jika kita tahu kalau salah satu penyebabnya adalah tanah yang jenuh, ya gampang aja donk. Usahakan agar tanah nggak jenuh. Gampang kan. Bagaimana caranya ? Ya tanyakan saja dengan ahlinya. Bukankah ilmuwan di Indonesia juga banyak dan mumpuni ? Dan kurasa nih ya, fakta bahwa tanah jenuh bisa mendorong terjadinya banjir itu sudah lama diketahui. Lalu kenapa sampai sekarang nggak ditanggulangi juga ?
Poin kedua.
Kondisi hulu yang rusak.
Ini lebih gampang lagi. Ya perbaiki lah. Yang namanya rusak ya jelas solusinya diperbaiki. Perbaikan pun juga harus long term sifatnya, jangan diperbaiki seadanya lantas beberapa tahun ke depan rusak lagi. Perawatan daerah hulu juga tinggal dimaksimalkan. Apanya yang susah sih ? Staff ahli juga banyak, kenapa nggak diselesaikan ?
Poin ketiga.
Pembangunan tak terkendali.
Nah, kalau udah tau pembangunan berlebihan bisa bikin resapan air berkurang efisiensinya, lantas kenapa diijinkan proyek pembangunan tersebut ? Ini nih bukti kalau orang-orang disananya lebih mementingkan kebahagiaan jangka pendek. Seharusnya kita pikirin juga donk akibat jangka panjang nya. Agar nggak lebih parah ? Ya gampang donk, perketat ijin pembangunan gedung gede-gede di daerah resapan air. Intinya, jangan suka tertarik dengan kesenangan jangka pendek.
Poin keempat.
Kasat mata.
Ini lucu banget deh ya. Tanda-tandanya udah jelas kasat mata, tapi tindak lanjutnya seakan nggak ada : buktinya masih banjir. Kalau ada ahli ( tuh, yang ngomong kalo kasat mata itu kan harusnya orang ahli ) yang sudah mengatakan demikian, harusnya kan ada tindak lanjut "Oh, ada kenaikan debit air di Ciliwung, yang tiap tahun makin naik, warnanya coklat, yaudah deh segera dilancarkan program-program untuk menangani agar Ciliwung nggak terlalu naik debit airnya."
Nah, setelah bertahun-tahun, udah tau Ciliwung nya bermasalah, kasat mata lagi, lalu tindak lanjutnya ? -_-
Poin kelima.
Tak memenuhi syarat minimal.
Ruang terbuka hijau kurang ? Yaudah perbanyak dan perluas lah. Gampang donk. Seperti yang dibilang tadi, jangan biarkan pembangunan gedung berbeton jadi liar. Bikin aja ruang terbuka hijau, prioritaskan donk. Demi masyarakat lho, demi kamu dan aku, demi Indonesia.
Keliatannya gampang aja kan ? Emang gampang.
Kalau ada yang bilang "Nggak semudah membalikkan telapak tangan bro untuk menyelesaikan banjir Jakarta, nggak segampang yang lo bilang. Masalah banjir Jakarta itu kompleks.", maka dengan gampang pula kita bisa bales, "Yaudah berdayakan donk pemuda pemudi masyarakat ahli di Indonesia. Mereka mumpuni donk dalam menyelesaikan masalah ini. Ada 200 juta lebih penduduk Indonesia, yang bisa mengenyam pendidikan tinggi juga banyak. Kemampuan mereka harusnya sih sudah cukup lho buat mengangkat derajat Indonesia."
Cuman, nggak semua orang pinter di Indonesia mau dan peduli.
Moral dan akhlak ? Yah, bisa dibilang itu salah satu kelemahan kebanyakan orang-orang intelek di Indonesia.
It's that simple. Actually.
Tapi ada yang membuatnya rumit, dan ujung-ujungnya memperpanjang kemelut banjir, maupun permasalahan-permasalahan yang lain. Yak, entah apa nama si pembuat rumit itu, kita perlu menjauhinya.
Dan sekarang, mari kita peduli dengan permasalahan di Indonesia. Jangan hanya berpangku tangan pada pemerintah. Kalian sendiri kan yang bilang kalau pemerintah kurang ini kurang itu ? Maka dari itu, kita saja yang turut merawat negeri ini.
Written by :
Kumara Ranudihardjo
At his home
Sleepy
18012013-20:50
No comments:
Post a Comment