Saturday, August 24, 2013

Kegagalan, Harus Berapa Kali Kutemui ?



Postingan dengan nada yang sama sepertinya sudah dimuat di masa yang lalu. Namun entah mengapa gue pengen banget mengulangi artikel dengan warna abu-abu ini. Ya, tentang kegagalan, galau, dan rasa putus asa. Padahal dulu gue udah berikrar ini itu, semangat ini itu, tapi sepertinya kegagalan terus menerus semakin menguat dalam menguji gue.


Ya, gue menemui kegagalan lagi.

Yang belum gue share-kan ke pemirsa WTP kurang lebih ada 2. Yang pertama adalah kegagalan gue dalam mengurangi jumlah besaran BOP yang harus orang tua gue bayarkan ke Universitas Indonesia. Ya, gue mencoba untuk mengajukan BOP-Berkeadilan, yakni besaran BOP disesuaikan dengan kemampuan orang tua. Selama 2 tahun ini, gue tetep membayar biaya kuliah yang penuh, alias tidak ada murah-murahnya. Ya, 5 juta rupiah.
Hal ini bukan karena apapun, melainkan terhambatnya informasi yang gue dapetin semasa memasuki perkuliahan di Universitas Indonesia. Karena permohonan BOP-B hanya diselenggarakan pada semester ganjil / alias hanya setahun sekali, maka kesempatan gue selama ini udah ada 3 kali.
Yang pertama udah gue lewatin karena saat itu adalah hegemoni gue masuk UI, nggak tau apa-apa tentang politik kampus, birokrasi, BOPB itu apa, dan segala macemnya. Selayaknya membayar biaya sekolah, ketika disodorkan tagihan berjumlah x, maka gue bayar sejumlah x. Tahun kedua, atau kesempatan kedua, perhatian gue dikacaukan dengan liburan semester genap yang sangat panjang, yakni 3 bulan. Nah, pengajuan BOP-B saat itu bagi gue masih sangatlah merepotkan, harus mengurus ini itu, stigma dan perasaan takut kalau-kalau petugas macem-macem, dan lain sebagainya. Selain itu, gue juga belum mengenal dengan baik yang namanya Adkesma. Sehingga praktis saja, kesempatan gue yang kedua hilang begitu saja  dan gue harus tetep membayar  5 juta rupiah untuk semester-semester berikutnya.

Dan, kesempatan ketiga gue, yang bener-bener gue manfaatin dan gue upayain banget, kandas di akhir karena nominal BOP gue tetep nggak berubah.
Ya, gue udah melengkapi berkas-berkas yang menyulitkan itu, gue udah bela-belain ini itu, bolak-balik Depok-Tulungagung hanya dengan harapan 'uang SPP' gue berkurang kadar mahalnya.
Ya, semua berkas sudah lengkap, tidak ada lagi yang kurang. Seperti rumor yang beredar, siapapun yang mengajukan pasti berkurang BOP nya, namun tidak dengan kasus gue ini.
Yah, mungkin mereka kira gue bohong. Mungkin mereka kira orang tua gue yang dua-duanya PNS bergaji tinggi, padahal udah gue bilang sesuai kenyataan bahwa gaji mereka kena potongan besar banget untuk membayar kredit ini itu, rumah, kendaraan, dan sebagainya.

Tapi, yah, sudahlah.. Gue ikhlasin yang satu ini. Kalopun BOP gue masih tetep mahal, gue paling nggak masih ada harapan lain di bantuan finansial beasiswa.
Gue berharap pada beasiswa. 
Ya, gue telah apply beasiswa dan hanya menunggu apakah gue lolos menjadi penerima beasiswa ataukah tidak.
Dan, pemirsa bisa menebak sendiri jawaban dari pertanyaan itu, sesuai dengan judul artikel ini.
Ya, dari sekian ratus penerima beasiswa, yang lolos dari kategori baru ( bukan perpanjangan ) hanya 55 orang dari banyak sekali orang.
Ya, tentu saja jumlah itu kecil sekali. Jumlah yang sangat tidak imbang. 179 penerima beasiswa, yang berasal dari penerima baru hanya 55 dan yang perpanjangan 124 orang.
Setidaknya 124 orang ini sudah pernah menikmatinya (beasiswa), lalu kami-kami yang baru, seakan kesempatan terbuka hanya kecil sekali. Ya, tentu saja gue kecewa.

Tapi gue sadar, menyalahkan beasiswa dan yayasannya bukanlah hal yang bijak dan tepat. Kurang bijak rasanya kalau gue protes menuntut gue harus lolos dan mendapatkan beasiswa, karena gue sendiri nggak tahu, apakah emang benar lebih banyak yang membutuhkan daripada gue atau nggak.
Yah, langkah terbijak adalah dengan membuat asumsi bahwa banyak banget yang lebih membutuhkan daripada gue. Lebih baik gue berprasangka baik daripada harus memfitnah dan menuduh yang tidak-tidak, ya, karena gue harus bijak. Gue harus sportif, gue akan sportif, dan gue sportif.

Namun, yang namanya gagal ya gagal.
Mau dikemas dengan dalih apapun, mau dihibur dengan berjuta kalimat bijak apapun, nyatanya gue tetep gagal. Gagal memperoleh hak gue di BOPB, dan juga gagal mendapatkan beasiswa.
Dulu gue udah pernah cerita, kalo gue udah gagal lomba puisi, lomba debat, lomba modelling, dan gue bilang ke kalian kalau beasiswa dan BOPB ini gagal juga, lengkap sudah kegagalan gue.

Ya, apa lagi ? Berapa kali sih sebenernya seorang yang sukses itu menemui kegagalan ? Gue yang naif ini mengira kalau kita sudah menemui kegagalan 5 sampai 10 aja kita sudah bisa menemui kesuksesan, namun ternyata mungkin belum cukup, mungkin ratusan, bahkan ribuan.
Dan gue akhirnya sadar, hidup itu tidak mudah. Sama sekali.
Gue paham bahwa hidup itu gak mudah, seperti yang diceritakan para bijak dan orang tua, namun gue bener-bener paham setelah mengalaminya sendiri. Ya, mengalami kegagalan demi kegagalan, yang tak kunjung berhenti.

Orang bilang, untuk bisa sukses, seseorang harus merasakan dulu pahitnya kegagalan, sampai hapal, sampai  terbiasa, dan jumlahnya ribuan kali.
Ya, gue jadi bertanya dalam hati. Apakah benar ?
Apakah benar seperti itu ?
Siapa yang bisa menjaminnya ?
Siapa yang bisa jamin kalau gue terus menerus menjalani usaha ini, dan tetap terus menerus gagal suatu saat bakal menemui kesuksesan ? Siapa yang bisa jamin ?

Lalu bagaimana bisa gue ga iri dengan orang yang umurnya sebaya dengan gue, tapi masa kecilnya sudah mengoleksi ratusan piala di lemari rumahnya, predikat ini itu dari berbagai lomba, dan sekarang di umur yang tidak jauh berbeda dengan gue mampu menemukan passion dan bidangnya sendiri, bahkan mampu mandiri menafkahi dirinya sendiri ?
Bagaimana caranya biar gue ga iri ? Bagaimana ?
Apakah gue harus melihat ke bawah dan bersyukur seperti saran dari para pemuka agama dan orang-orang tua bijak ?
Sudah ! Gue sudah melaksanakannya dan gue memang merasakan rasa lega dan bersyukur yang luar biasa. Ketika gue melihat ke bawah, pada mereka yang kurang beruntung, gue bener-bener merasa bersyukur. Sudah, gue sudah melakukannya !
Namun apakah sampai mati nanti kira hanya akan melihat ke bawah ? Nggak, nggak bisa, menurut gue nggak bisa. Kita tetep harus fokus ke tujuan kita, karena kita berjalan menuju masa depan. Dan otomatis ketika gue sudah lelah bersyukur, gue mau nggak mau harus fokus lagi dengan cita-cita dan akhirnya mendongak lagi ke atas melihat mereka yang telah sukses.
Bayangan mereka selalu membuat gue merasa berat, ya, berat sekali mencapai sukses itu.

Dan gue mau mengakhiri postingan ini dengan sad ending.
Ya, kalau di artikel-artikel galau sebelumnya gue selalu menyemangati diri gue sendiri dan menemukan solusinya, gue pengen artikel ini menjadi artikel yang putus asa.
Meskipun gue tahu setelah ini gue bakal terus menerus dengan keras kepala mengejar impian gue dan seluruh cita-cita gue, tapi biarlah artikel ini menjadi luapan kekecewaan gue semata.

Maju saja kegagalan, gue nggak takut lagi. Gue sudah mulai terbiasa dengan lo.

#Trivia : Gue juga gagal menjalankan kepanitiaan, yakni PSA Mabim, gue diputihin dari panitia karena berbagai masalah, ya, sekali lagi, ini salah satu kegagalan gue, lagi..

Written by :
Kumara Ranudihardjo
At his boarding room
Waiting for Monday
24082013-17:25

No comments:

Post a Comment