Monday, March 24, 2014

Sebuah Curhatan Tentang Orang Sombong



Lately, I have a lot in my mind. Selain kegiatan yang memang sudah terjadwalkan, ada juga kehidupan sosial yang mengganggu. Yah namanya juga mahluk sosial ya, yang punya hati, yang punya perasaan. Siapapun yang punya perasaan pasti nggak bakal terhindar lah ya dari bentrok. Bentrok yang gue alamin membuat gue dilema.


I have a friend. His name...well let's call him Ayam.
Nggak mirip sama ayam juga sih, cuman yaudahlah ya bingung mau nyamarin namanya jadi apa.. x_x

Gue punya facebook, dan begitu pula si ayam. We befriend each other since around November last year. Dan otomatis kami juga berteman di media sosial populer seperti Facebook dan Twitter. Gue mulai deket sama dia sekitar Desember, lalu lanjut hingga Januari, Februari, dan akhirnya Maret.

Dari pertemanan kami, gue merasa ada sesuatu yang aneh dengan status-status yang ia buat, entah itu di twitter ataupun facebook. Tiap kali gue liat home, entah kenapa seringkali statusnya nongol di atas. Kalau statusnya biasa-biasa aja macam "Lagi makan bareng pacar gue nih" atau "Kok ujannya gak berenti-berenti sihhh." gue nggak bakal mempermasalahkan hal ini dengannya, apalagi sampe nulis di WTP.

Masalahnya, dia sombong.
At least, itu menurut gue.

Dia adalah orang yang banyak memiliki prestasi. Kenalan artisnya banyak, kenalan pejabatnya juga banyak. Pernah ikut ini itu, kegiatan dan prestasi yang bagus-bagus. Siapa yang nggak iri dengan prestasi dan pencapaiannya ?
But the matter is, ketika semua itu diumbar secara berlebihan. Gue merasa status-statusnya  terlalu exaggerated aja. Dia punya kenalan anak L-men misalkan, diumbarlah di status facebook ketika dia lagi ngumpul sama mereka, atau kalau pas anak-anak L-men ini dateng ke kosannya atau kemana aja. Ada prestasi yang sedang ia capai misalkan, update lah dia status semacam "Thanks God, bisa terpilih dalam (nama eventnya disebut secara jelas)".

Bagus sih, "Thanks God", dia menyebutkan kata-kata itu. Which is, bagi orang pada umumnya, pasti mengira orang ini orang baik-baik saja yang masih bisa bersyukur. Tapi belum cukup sampai di situ !

Status-status semacam "Apa sih ini anak L-men ngajakin ngumpul maksa banget", (seakan hendak bilang pada dunia kalau dia kenal banyak anak L-men dan anak-anak L-men ini deket banget sampai-sampai maksain dia buat ngumpul) atau "Kasihan ya Bu Pejabat ini, dulu dia pernah ngasih aku penghargaan lalala, sekarang dia sedang kena musibah, yang sabar ya Bu" ( seakan hendak bilang pada dunia bahwa dia pernah diberi penghargaan oleh seorang pejabat dan pejabat ini kenal dekat dengan dia !). Lalu ada juga semacam, "Dulu jadi peserta, sekarang jadi juri di ajang ini, yang semangat ya kawan-kawan" (seakan hendak bilang pada dunia kalau dia dulu pernah jadi finalis atau pemenang di ajang tertentu, dan sekarang karena hebatnya dia diminta untuk jadi juri di acara serupa ). "Alhamdulillah diterima untuk beasiswa ke Singapore" (seakan hendak bilang pada dunia kalau ia berhasil diterima di suatu program beasiswa tertentu ). "Pagi-pagi ada panggilan shooting dadakan. Hadehh" (seakan hendak bilang pada dunia kalau dia dikejar-kejar pencari talent dan segera shooting sesuatu ). "Makasih ya mas A, mas B, mas C (anak-anak artis dan sebagainya, replace aja namanya terserah) udah ngasih surprise" ( seakan hendak bilang pada dunia bahwa ia kenal dengan banyak artis dan ia akrab dengan mereka semua, terbukti dengan para artis bahkan ngasih surprise padanya ) .Semuanya terlihat normal dan berhasil dibungkus dengan dalih yang baik. Seakan-akan semua terlihat natural dan tidak ada intensi untuk menyombongkan diri. Dan gue percaya-percaya aja apa yang ia tulis di status itu benar adanya. Gue nggak meragukan. Tapi yang gue permasalahkan adalah, "Apakah harus se-diumbar itu ya ?"

Okelah, You berprestasi. You kenal banyak orang, artis cuy, siapa sih yang nggak pengen punya kenalan artis, You pernah ikut program dan ajang ini itu, You pernah diberi penghargaan ini itu, bahkan sama pejabat, siapa sih yang nggak pengen ? Hidup You sangat gemilang kelihatannya, dan semua orang mengagumi You dari pesona Facebook You. Tapi apakah harus segamblang itu ? Apakah harus seintens itu ?

Bukannya gue bener ya, tapi jika dibandingin dengan prinsip hidup gue, kelakuannya bikin gue gerah. Prinsip hidup gue benar bagi gue sendiri, dan gue nggak memaksakannya. Tapi kegerahan ini yang membuat gue nggak habis pikir kenapa perilakunya beda banget dengan prinsip gue.

Gue juga punya prestasi, yang meskipun sangat jauh di bawahnya, namun, ya, gue punya. Gue juga suka upload dan update di media sosial tentang apa yang sedang gue ikutin. Gue ikut lomba ini, nggak menang pun gue tetep upload fotonya. Itu hak gue untuk upload sesuatu yang berhubungan dengan hidup gue. Tapi gue punya prinsip "Ngapain juga sih terlalu diumbar, kalau upload ya upload aja dengan description seadanya, jangan sampai terkesan 'Nih gue ikut ini ! Gue hebat kan ?'"

Kalaupun orang lain melihat foto gue, gue berprinsip "silahkan saja mereka lihat, dan mereka menginterpretasi sendiri. Kalau mereka penasaran dan tertarik akan prestasi kita, mereka akan tanya sendiri kok. Dan ketika mereka bertanya, barulah gue 'mengumbar prestasi itu' pada mereka." Wajar kan ? Gue nggak mengumbar di awal, gue mengumbar kalau ada yang request untuk diexpose apa yang sedang kita lakukan. Sehingga, nggak ada intensi untuk menyombongkan diri di dalam media sosial.

Now let's see Ayam.
He put the arrogance in the first place ! And that makes me confused, and gerah.

Someday gue pernah akhirnya nggak tahan dan memutuskan untuk ngomong empat mata sama dia. Mengutarakan apa yang ada di hati gue, unek-unek dan kekesalan gue ketika baca statusnya.Dia akhirnya ngaku kalau sebenarnya dia di kampusnya itu di-bully. Sama teman-teman seangkatannya, sejurusan, atau apalah gue lupa. Intinya, sekampusnya, ia sering di-ceng-in karena terlalu mentereng. Dia di-bully sampai-sampai dia nggak kuat. Suatu saat, sahabat baiknya bilang kalau Ayam harus kuat dan mampu membuat para pem-bully itu terpukul. Caranya adalah dengan semakin berprestasi dan menjulang tinggi.

And that's why sampai sekarang ia SENGAJA mempertontonkan prestasi-prestasi dan pencapaiannya di media sosial. Supaya orang-orang yang mem-bully dia tahu, tahu siapa dia yang sebenarnya, sebuah pembuktian diri, dan sebuah counter-attack dari apa yang telah mereka lakukan pada si Ayam.

Dan itu pembelaan dirinya pemirsa.

Dan satu lagi yang gue nggak bisa paham.

Seseorang dibenci karena ada orang lain yang "dianakemaskan oleh dunia". Seseorang ini dibully karena orang-orang tidak suka dengan kesuksesannya. Seseorang ini tak tahan dan ingin berontak. Seseorang ini akhirnya ngelonjak dan justru malah menghadapi mereka dengan congkak. Bahasa lainnya "nantangin". Dengan segala kemampuannya ia menonjolkan kemampuannya. Yang menurut gue adalah cenderung menyombongkan diri.

Gue bertanya dalam hati : "Bukannya para pem-bully itu justru tambah kesel ya ? Bukannya mereka justru tambah benci sama dia ya ? Udah bikin iri, sombong pula."

Ayam tetap bersikukuh "Ya kalau kamu di posisi kayak aku, kamu pasti pengen berontak lah Kum. Masa iya aku diem aja ? Diinjek-injek kayak gini masa aku diem aja ?"

Dan gue tetep nggak bisa mengakulturasikan perilakunya dalam prinsip hidup gue. Tetep incompatible lah intinya.

Kenapa nggak dengan cara "diem-diem berprestasi" aja ?
Kenapa nggak dengan cara yang lebih rendah hati seperti misalkan yang dicontohkan Mahatma Gandhi ?
Kenapa harus dengan menyombongkan diri ?

Gue nggak paham.

Dan gue banyak crash dengannya akhir-akhir ini. Hanya karena status Facebook.

Memang benar, itu Facebook dia. Apapun yang ia tulis, suka-suka dia. Tapi menurut gue, Facebook adalah media sosial. Sosial means kita akan berhadapan dengan banyak orang. Kita membuat status atau apapun yang kita upload, pasti ditujukan agar orang lain tahu. Dan ketika orang tahu, mengetahui, melihat, sengaja ataupun tidak, dan akhirnya tersakiti hatinya karena konten status itu, sikap ignorant nggak boleh jadi alasan. Sikap "suka-suka gue donk nulis apa" nggak bisa lagi dijadikan pembelaan diri. Itu menurut gue.

Karena dengan menyetujui bahwa kita menggunakan media sosial, maka kita juga sepakat bahwa kita akan berinteraksi dengan orang lain. Interaksi harus dijaga supaya tidak menyakiti orang lain. Dan ketika orang lain tersakiti dengan aktivitas kita, termasuk update status, maka pantaskah kalau orang yang menyakiti tersebut apatis dan tidak memperbaiki diri ?

It is just my principles.
For you who turned 21 today, please reflect based on this sincere critique from your acquaintance.

Written by :
Kumara Ranudihardjo
At his boarding room
Saying happy birthday to you Ayam :D
24032014-23:19

6 comments:

  1. pas gw baca, i can feel your feeling when you read his status, cus I feel that too.. Hahahah.. tapi let's take the positive side aja, jadikan dia panutan dalam hal prestasinya, bukan dalam hal "sesumbarnya". Wajar-wajar aja sih kum, he has something to be exposed gitu. Heheheh. eh anyway, lama juga ya gw gak mampir ke WTP.. *Kipas-kipas ala anggun* :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahha. tiba2 merasa kangen WTP gitu ya ? hahaha iya nih orangnya tp skrg sedang dapet musibah, tp kelakuan sesumbarnya masih blm diperbaiki. ya semoga saja dia bs lebih baik lg ya :D

      Delete
  2. orang seperti itu dilihat saja , ketika dia terpuruk apakah dia akan sesumbar lagi ? pasti dia merengek-rengek :D
    jangan ketularan mas :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan sampe ak ketularan. Jadikan dia pelajaran aja deh ya :D

      Delete
  3. kumaa, i have a "freaky" friend like ayam too!!! terlau drama bgt emaang. Dan temen gw itu lebih unik daripada ayam lo ituu. Kalo ayam mah mending yaa, cerita nya emang real, nah, Kalo temen gw itu, kebanyakan semua ceritanya bohong, dan dibesar2in sama diaa. Lebih bikin eneg! hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahhaha. Wah kayak gitu perlu di share vi ! Coba jadi penulis tamu di WTP ceritain kebohongan dia kayak gmna.. hahaha kayak di sinetron aja :D

      Delete