Monday, March 11, 2013

Penggunaan Jilbab dan Keterasingan

Perasaan ingin mengangkat tulisan dengan tema ini adalah tidak lain karena barusan saja gue ikutan dalam organisasi BEM di Fakultas. Nah, di acara tersebut, salah seorang temen se-tim gue ngomong kalau dia merasa gimanaa gitu berada di tempat ini. Tempat ini ? Maksudnya ? Nah jadi gini, waktu itu adalah Rapat Pleno seluruh anggota BEM FIB yang baru terpilih, intinya
disana adalah perkenalan dan ngumpul-ngumpul seluruh anggota. Temen gue yang curhat ke gue tadi tidak mengenakan jilbab, meskipun dia Muslim, dan dia merasa 'gimanaa gitu' adalah karena hampir 80% perempuan di Rapat Pleno itu mengenakan jilbab : yang artinya, mayoritas anggota perempuan BEM FIB tahun ini adalah perempuan yang mengenakan jilbab.

Saat itu, gue console temen gue yang curhat itu dengan kata-kata common sense yang bisa diucapkan semua orang : "udah santai aja". Namun pemikiran lebih lanjut mengenai keterasingan perempuan di forum seperti ini muncul ketika hari ini gue membaca sebuah status di halaman beranda Facebook gue.

Ada seseorang (yang seperti biasanya gue nggak kenal, entah siapa,) update status yang intinya itu adalah menghibur para perempuan berkerudung agar tidak minder, tidak goyah iman dan merasa terkucilkan-terasing ketika berada di forum/kelompok/ruang sosial yang mana mayoritas perempuannya tidak mengenakan jilbab. 'Janganlah merasa kecil hati kalau kau sendirian yang berkerudung'. Yah intinya sih begitu.

Setelah membacanya, gue teringat donk sama curhatan temen gue yang merasa terasing ketika Rapat Pleno dulu itu. Cuman kali ini, kondisinya berbalik, yang terasing adalah yang mengenakan jilbab.

Nah, fenomena keterasingan ini sebenernya bukan hal yang baru. Siapapun kita, apapun latar belakang kita, kapanpun dan dimanapun, kita pasti pernah merasakan keterasingan ini. Misalnya gue berada dalam satu kelompok yang ideologinya tidak sepaham dengan gue. Misalkan lagi gue berada di dalam kerumunan demonstran yang protes harga BBM yang naik. Ato misalkan juga gue ada di ruangan tempat dilaksanakannya arisan ibu-ibu PKK. =_=

Namun dalam kasus jilbab dan tidak jilbab ini, keterasingannya lebih parah lagi. Karena berjilbab atau tidak berjilbab selalu dikaitkan dengan agama. Dan lagi, masalah ini adalah keterasingan visual ! Iya donk, Anda tidak mengenakan jilbab pasti secara visual langsung ketauan di antara kerumunan perempuan yang berjilbab. 
Ketika Anda berjilbab di antara mayoritas tak berjilbab, maka Anda akan dipandang sebagai seorang alim, suci, tapi kolot, taat agama, nggak bisa diajak nyeleweng dikit aja, dan ujung-ujungnya Anda akan dicap ngebosenin. Ketika Anda tidak berjilbab di antara mayoritas yang berjilbab, maka Anda akan dipertanyakan tingkat religius Anda, Anda akan secara tidak langsung dicap sebagai yang kurang patuh pada agama, suka hal-hal yang bebas, dan segala macam praduga lainnya.

Kalau gue boleh bilang ya sebagai pihak terpisah dari para perempuan, berjilbab maupun tidak itu tidak ada hubungannya dengan tingkat religiositas seseorang. Seseorang yang berjilbab tidak lantas dapat kita katakan sebagai seseorang yang sholat 5 waktu nya tidak pernah bolong dan taat agama semi kolot. Seseorang yang tidak berjilbab juga lantas tidak dapat kita katakan begundal tukang nongkrong kerjaannya nggak bener lalalala sampai cercaan paling hina sekalipun. Hal paradoksal bahkan seringkali kita temukan di tahun 2000an sampai sekarang. Video mesum siswi berjilbab ada, mahasiswi berjilbab ketika makan kakinya naik dan lagi ngerokok juga ada. Cewek cantik rambut panjang yang keramasnya pake shampoo salon juga ada yang sungguh sangat baik bagaikan angel turun dari kahyangan tapi lupa selendangnya dicuri. Temen gue yang nggak berjilbab juga dia baiknya minta ampun udah kea mami sendiri aja.

Nah, jadi prejudice semacam itu seharusnya dihilangkan dan dibudayakan bagi kita semua. Nggak menutup kemungkinan bagi pihak laki-laki juga akan mempunyai prejudice semacam itu juga donk. Selera laki-laki pun beragam, ada yang suka cewek berjilbab, ada yang suka nggak pake jilbab. Jadi intinya emang bener kok yang gue bilang ke temen gue itu : santai aja.
Dan lagi, munculnya keterasingan ini salah satunya adalah karena aplikasi agama di ruang publik. Seharusnya dibedakan antara yang urusan pribadi (agama) dengan urusan publik. Ketika Anda ingin mengenakan jilbab, yaudah berjilbablah semau Anda namun dengan tidak menggunakan prejudice pribadi seperti agama dan adat istiadat di ruang publik. Ketika Anda memutuskan untuk tidak mengenakan jilbab, jangan juga lantas mencaci maki perempuan berjilbab di ruang publik. Intinya : segala hal ada proporsinya sendiri-sendiri.

Hihihi, lumayan lah ya hari ini artikelnya cukup intelek. Hahaha, by the way, gambar di atas adalah foto dari Moslem Model yakni Mbak Welin. Dia model muslimah yang kerap kali memenangkan ajang modelling gitu dehh.. Hihihi, berhubung punya kenalan model muslimah, ada ide artikel jilbab-jilbaban ya langsung aja gue pajang fotonya. Gapapa deh tanpa ijin, dia suka ngeksis kok. Hohohoho ya kan mbak ?

Written by :
Kumara Ranudihardjo
At UI central library
Hungry
11032013-16:01

8 comments:

  1. woww gw salut sama lu nduls #hug
    anyway ni ya,boleh dong perjalanan jungkir balik gw ikutan kompetisi yg mayoritas tak berjilbab di buat tulisan..cukup oke punya loo buat inspirasi elo2 yg merasa dikawasan minoritas

    ReplyDelete
    Replies
    1. #hug juga
      hahahaha boleh lah mbak.. jadi penulis tamu aja di WTP sinih.. nanti aku publishkan :D

      Delete
  2. Aku ngga pernah make suantai sekali kyk di pantai sepoi-sepoi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. udah bebas sebebas bebasnya ya kamu.. wakakakaka.. sekalian rambutnya dikibasin ke muka orang2 kolot.. wakakakaka

      Delete
    2. Ya ngga sampe ngibas rambut juga om ._.
      ngga ada mereka ngga asik '3')~

      Delete
    3. itu pemikirannya jean paul sartre banget.. negasi dengan orang lain.. hahahaha

      Delete
  3. nah tema ini nih setuju, pernah nulis semacam gini juga tapi lebih ke curhatan pribadi -_- jadi intinya : sip, aku setuju :-D

    ReplyDelete