Friday, January 4, 2013

Gender Problem - A Sissy and A Tomboy

Pemikiran ini nggak lain merupakan tindak lanjut dari presentasi Filsafat Budaya kelompokku, serta ceramah Mbak Upi waktu kelas Eksistensialisme menggantikan Mbak Yayas.
Issue revolving feminism sure attracts my mind.
Ternyata memang perempuan di dalam budaya Patriarki direpresi kebebasannya.


Berdasarkan ceramah Mb Upi, perempuan di dalam budaya Patriarki memang benar memiliki pilihan-pilihan dalam hidupnya, ya selayaknya laki-laki, perempuan juga memiliki pilihan yang sama sebagai manusia. Namun budaya patriarki, ataupun sosial, telah membatasi dan 'memilihkan' pilihan yang didapat oleh perempuan.
Perempuan merasa bahwa setelah era emansipasi wanita ini, perempuan memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Mereka juga merasa telah ada berbagai banyak pilihan hidup yang bisa mereka ambil dalam hidupnya, mau jadi wanita karir kek, ibu rumah tangga kek, manajer kek ato apalah, mereka (perempuan) merasa sudah memiliki segala pilihan hidup.
Namun ternyata, pilihan yang dimiliki perempuan itu 'dipilihkan' oleh sosial.

Perempuan sejak kecil didoktrin oleh masyarakat, via keluarga (sebagai media sosialisasi pertama) agar bersikap selayaknya perempuan yang dikehendaki oleh pihak patriarki (laki-laki).
Laki-laki berdasarkan ceramah Pak Tommy di kelas Filsafat Budaya, memiliki keunggulan daripada perempuan, didasarkan pada 4 alasan.

1. Alasan Fisik dan Seksual
Terdapat penelitian, nggak ngerti juga sih tepatnya penelitian apa. Intinya penelitian itu memberikan hasil bahwa volume otak laki-laki lebih besar daripada volume otak perempuan. Maka lahirlah alasan yang bisa digunakan oleh pihak laki-laki untuk 'menguasai' perempuan dengan mengatakan bahwa laki-laki lebih cerdas, pintar dan mumpuni dalam kegiatan intelektual daripada perempuan. Hal ini juga yang mungkin bikin kebudayaan dari jaman dulu bahwa perempuan tidak perlu untuk sekolah, karena dinilai buang-buang waktu. Lihat saja, filsuf dari jaman kapan taun sampe sekarang, yang disodorkan oleh sosial ya filsuf laki-laki. Female philosopher ada, dan juga banyak. Tapi mereka seakan hilang ditelan budaya ini. Kasian banget ya, padahal cewek pinter juga banyak sekarang.
Selain itu, secara fisik, laki-laki memang terlahir lebih besar daripada perempuan. Muncullah stigma bahwa yang lebih besar adalah yang lebih kuat. Yang lebih kuat haruslah melindungi yang lebih lemah. Oleh karena itulah laki-laki terus pula didorong untuk selalu menguasai ruang survive. Ia yang harus mengayomi perempuan, hanya karena phisically he's bigger.
Padahal, fisik laki-laki yang besar sebenarnya hanyalah konstruksi olah fisik semata, yang akhirnya turun temurun dan menjadikannya genetik. Seandainya perempuan pada jaman purba sana misalkan juga melakukan olah fisik yang berat seperti laki-laki, yaaa siapa tau juga sih ya perempuan itu lebih besar fisiknya daripada laki-laki..
Ada pula yang mengatakan bahwa laki-laki lebih kuat dan tahan sakit daripada perempuan. Hal ini ternyata juga dapat dibantah. Buktinya adalah dalam proses melahirkan. Perempuan lebih tahan sakit daripada laki-laki, karena mereka dapat melewati proses melahirkan yang-katanyaaa sakit sumpah luar biasa. Bahkan perempuan rela berkali-kali melahirkan tuh, demi laki-laki. Laki-laki hanya menanam benih namun yang merasakan kesakitan luar biasa perempuan.. Hmmm -_-
Kalau ditinjau dari segi seksual nih, dalam proses berhubungan seks, laki-laki cenderung memimpin karena naluri laki-lakinya yang merasa harus memuaskan pasangannya. Yaa, maklumlah ya, kan prosesnya itu penis mempenetrasi vagina, jadi ya laki-laki sebagai pihak aktif, sementara perempuan sebagai pihak pasif.
Bukti laki-laki tidak lebih kuat daripada perempuan juga ada disini.
Laki-laki begitu telah mencapai orgasme, seringkali loyo dan lelah. Namun perempuan selalu masih kuat, dikarenakan mereka memiliki multi-orgasm.
Lagipula, laki-laki nggak bakal bisa tahan selama yang ia mau, kalau tidak menggunakan doping alias obat kuat.. See ? So who's stronger in bed ?

2. Alasan Ekonomi
Berikut ini penjelasannya dikit aja ya. Karena didasarkan pada alasan fisik di atas, tentunya laki-laki yang harus mengayomi perempuan, as he's stronger than female.
Oleh karena itulah, yang harus cari nafkah tentu diserahkan pada  pihak yang lebih mumpuni, kuat, dan stronger.. Ya, laki-laki..
Padahal nih ya, sekarang kita bisa liat donk, perempuan juga bisa cari duit sendiri. Dan ternyata bisa, dan mungkin malah lebih besar gajinya daripada laki-laki..

3. Alasan Agama
Nah ini diaa. Dari kecil, kita yang memeluk agama, terutama agama samawi, pastinya didoktrin dengan cerita Adam dan Hawa.
Adam yang merupakan manusia pertama, sementara Hawa diciptakan dari tulang rusuknya si Adam. Oleh karena itu kita disuruh untuk mempercayai bahwa Hawa, perempuan, haruslah tunduk pada Adam si laki-laki, karena ia tercipta dari laki-laki. Ia subordinat dari laki-laki.
Gampang sih permasalahannya.. Memangnya benar seperti itu ? Yang laki-laki itu Adam atau Hawa ? Kan yang dibilang itu, Adam itu 'manusia'.
Nggak terlalu paham lah ya kalo masalah ini, soalnya ntar pasti ujungnya mempertanyakan validitas agama juga.. So let's skip this one.. -_-

4. Alasan Epistemologis
Laki-laki dinilai menggunakan rasio nya, sementara perempuan dinilai menggunakan perasaannya. Nah, sementara di dalam masyarakat patriarki, yang dapat melakukan berbagai macam hal, itu pasti yang menggunakan rasionya. Oleh karena itulah, perempuan yang dinilai cenderung menggunakan intuisi,perasaan, dinomorduakan oleh sosial..
Emang bener seperti itu ?
Laki-laki juga menggunakan perasaannya juga lhoh.. Waktu putus sama pacar misalkan, laki-laki memang tidak menangis di depan umum. Aib bagi laki-laki untuk memperlihatkan sisi lemahnya, ya, ini juga doktrin budaya patriarki..

Jadi, apa hubungannya dengan A Sissy and A Tomboy ?

Nah, kalau ini pemikiranku sendiri nih.
Jadi, begitu mengingat 'banci' dan juga 'tomboy', otomatis aku jadi berpikir, apakah mereka juga merupakan akibat dari budaya patriarki ini ya ?

Kita lihat di kenyataan.

Banci seringkali diolok-olok oleh masyarakat, dikatain bencong diperlakukan begitu-begitu deh ya kalian tau. Sementara Tomboy, oleh masyarakat dianggap biasa-biasa aja kan. Ya mungkin ada pandangan negatif terhadap tomboy, tapi pandangan tersebut tidak seheboh dan sehina pandangan yang dilemparkan pada Banci.

Analisaku mungkin begini nih.
Banci kan cenderung ke sifat perempuan. Sementara Tomboy sebaliknya.
Mungkin, merupakan aib bagi laki-laki untuk 'berubah' menjadi perempuan.
Kenapa ? Karena mereka, dan masyarakat, menganggap dan memiliki patokan bahwa perempuan adalah mahluk kelas 2. Mahluk yang lebih rendah daripada laki-laki.
Karena ada anggapan seperti itu, menurutku, mungkin seorang Banci merupakan aib bagi kaum patriarki. Istilahnya sih "Ngapain lo jadi mahluk rendahan sih ? Kan lo udah jadi laki-laki.. Ngapain jadi perempuan ?"
Stigma demikian menurutku bukti bahwa perempuan sendiri sudah tertanam dalam pikirannya bahwa mereka ini rendah daripada laki-laki.. Ini yang ditakutkan oleh berbagai pemikir Feminist. Kalau dibiarkan seperti ini terus, maka perempuan akan selamanya dijajah oleh laki-laki.
Lihat saja si Tomboy.
Mungkin stigma yang dilontarkan itu bukan merupakan sebuah aib, karena "ada seseorang yang ingin naik kasta". Jadi ketika perempuan ingin berlagak layaknya laki-laki, hal itu dinilai sebagai bentuk perjuangan, bukan merendahkan diri selayaknya Banci.

Yah jadi begitu deh, pemikiranku tentang A sissy boy and A tomboy girl

What's your thought ?

Written by :
Kumara Ranudihardjo
At his home
Waiting for 12 o'clock
04012013-11:24


No comments:

Post a Comment